Kamis, 01 Mei 2008

Null-to-One, Sebuah Lompatan Kesadaran

Kesadaran beragama secara mendalam ditilik dari ranah hati sebenarnya identik dengan bersemayamnya tauhid dan keimanan kepada Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Esa dengan kualitas haqqul yaqin yaitu yakin seyakin-yakinnya dengan pengetahuan-Nya, sehingga tidak perlu pembuktian lagi oleh karena dalam proses pembuktian-Nya ternyata Dia telah memperkenalkan diri-Nya sendiri, dan dengan pengenalan-Nya ini, sifat-sifat-Nya menjadi permanen termanifestasikan kedalam hati makhluk menjadi sifat-sifat makhluk yang mengenal-Nya – dialah makhluk yang menjadi hamba Allah.

Sehingga, jangan heran bilamana Anda mencapai kualitas keimanan haqqul yaqin, meskipun Anda bukan seorang sufi atau wali, Anda akan sangat tegar menghadapi segala macam kesenangan, kesusahan dan bencana yang paling mengerikan sekalipun. Dalam kacamata makhluk lainnya, mungkin bencana itu mengerikan, namun baginya itu dapat berarti banyak hal antara lain semakin teguhnya keimanan dan keyakinan kepada Kemahakuasaan Allah SWT, semakin merindukan-Nya, dan deskripsi lainnya yang sejatinya menunjukkan keridhaannya kepada semua kehendak Allah SWT.

Siapa yang mengenali dirinya pada akhirnya akan memunculkan sikap ketiadaan dirinya (kepasrahan) dihadapan Allah SWT. Manusia harus meng-null-kan diri (mengosongkan diri) dari semua bentuk kebendaan maupun kehendak atau hasrat dirinya untuk mengenal Allah SWT sebagai satu-satunya yang kekal atau Realitas Absolut (al-Haqq). Meng-null-kan identik dengan tercapainya suatu kesadaran tingkat kuantum, atau dalam bahasa sufi makrifat, sehingga manusia akan fana didalam Kemahakuasaan Allah SWT. Fana dalam arti totalitas dirinya menjadi musnah (bahkan null) di hadapan Kemahakuasaan Ilahi.

Karena itu, konsep relasi manusia-Tuhan saya sebut konsep null-to-one dimaksudkan sebagai upaya makrifat manusia untuk mengenal dan sampai kepada Allah SWT; dalam format yang lebih baku hal ini identik dengan prinsip mendasar tauhid yaitu “Laa ilaaha ilallaah”. Sedangkan dalam perspektif penciptaan maka berhadapannya manusia dengan Tuhan adalah refleksi atau cermin atas realitas dirinya yang menjadi citra kesempurnaan Tuhan.

*Kutipan dari sebuah blog, lupa linknya :)

Inikah Fana'?

Kududuk bersimpuh
mengamati leburnya jasad
ambyar menjadi debu

yang tinggal hanya seonggok kesadaran
yang kehilangan arah
pada suatu tempat tanpa nama
ditemani kesunyian

semua realitas yang aku banggakan
ternyata semu
akan hancur karena fana'

jiwa ini membumbung ke ufuk tinggi
kembali kepada Sang Pemilik
Sang Maha Mutlak
Yang Lahir dan Yang Bathin

Jelang siang, 02 Mei 2008